DEMO, KEGAGALAN DALAM KOMUNIKASI PUBLIK

DEMO, KEGAGALAN DALAM KOMUNIKASI PUBLIK
Oleh : Satriyatmo
Beberapa hari belakangan telah terjadi demo di beberapa wilayah Indonesia. Diawali Kabupaten Pati, kemudian disusul Jakarta dan beberapa wilayah lainnya seperti Jogjakarta, Makasar, Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya. Demonstrasi yang memakan korban jiwa tersebut kemudian mereda setelah beredar kabar di berbagai platform media bahwa aparat akan menggunakan peluru tajam untuk menembak di tempat bagi para anarkis (tempo.co/cekfakta; 31 Agustus 2025).
Tentu saja tembak di tempat bukanlah pemecah masalah. Secara umum perintah tembak di tempat adalah seperti halnya menimbun setitik bara api dengan sekam kering. Seolah api telah padam, padahal jika tertiup angin maka suatu ketika api justru semakin besar dan sulit dikendalikan. Demo memang telah berhenti, namun bukan berarti perkara yang dipermasalahkan oleh domonstran telah selesai. Tuntutan terbesarnya adalah ketidakadilan yang dipertontonkan ditengah masyarakat. Ketidakadilan ditandai dengan kesenjangan yang terjadi di bidang ekonomi, politik, sosial dan hukum. Ambil contoh di bidang ekonomi, terjadinya kesenjangan pendapatan antara anggota DPR dengan masyarakat pekerja, di bidang politik ditandai dengan sempitnya akses masyarakat di dalam partisipasi pengambilan kebijakan, dibidang sosial adanya hak istimewa bagi para pejabat dan golongan masyarakat tertentu, dan di bidang hukum ditandai dengan kesenjangan vonis bagi koruptor relatif ringan dibanding dengan pencuri pisang bahkan belakangan adanya terpidana sampai jumlah masa hukuman habis namun belum menjalani hukuman. Kesenjangan yang dipandang sebagai ketidakadilan inilah yang menyebabkan terjadinya demonstrasi. Tentu saja anggapan ketidakadilan tergantung bagaimana dasar berfikir dan cara pandangnya. Misalnya di bidang ekonomi, tentu saja pendapatan antara setiap profesi berbeda adalah hal yang wajar. Jika berkaitan dengan profesi dilingkungan pemerintah tentu terdapat peraturan yang mendasari. Sehingga sebuah keniscayaan jika terjadinya perbedaan pendapatan dan berbedaan-perbedaan lainnya. Namun bagaimana mengkomunikasikan perbedaan-oerbedaan ini kepada masyarakat luas, di situlah tantangannya. Oleh sebab itu maka perlunya ketrampilan dalam mengelola media masa dan media sosial di dalam hal komunikasi publik.
Bisa jadi benar bahwa penyebab terjadinya demonstrasi adalah rasa ketidakadilan, namun tidak kalah penting adalah kurangnya ketrampilan pejabat dalam berkomunikasi dengan publik. Misalnya demonstrasi kenaikan pajak bumi dan bangunan, kemudian bergeser kepada permasalahan pernyataan pejabat yang dianggap menantang demonstrasi. Atau permasalahan besarnya gaji dan tunjangan DPR, kemudian bergeser kepada pernyataan yang dinilai merendahkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan, atau protes sebagian masyarakat yang direspon dengan berjoged seolah menngejek sehingga dinilai tidak berempati kepada rakyat yang sedang terhimpit keadaan.
Dengan demikian maka betapa pentingnya ketrampilan di dalam komunikasi publik terutama bagi pejabat. Dalam hal ini komunikasi tidak saja dalam bentuk verbal berupa ucapan, namun demikian juga komunikasi dalam bentuk bahasa non verbal seperti gestur dan berperilaku yang menunjukkan rasa empati kepada komunikan.
What's Your Reaction?






