PROGRAM KERJA 100 HARI, APAKAH MASIH RELEVAN?
Pemimpin baru biasanya menetapkan program kerja 100 hari. Sesungguhnya pentingnya program 100 hari adalah untuk mengenalkan pemimpin baru yang memiliki kemampuan, pengetahuan dan keilmuan yang memadai sehingga yang dipimpin meyakini akan tercapainya tujuan. Dan lebih substantif lagi bahwa program 100 hari adalah untuk meletakkan dasar dasar guna mencapai tujuan bersama.

PROGRAM KERJA 100 HARI, APAKAH MASIH RELEVAN?
Oleh : Satriyatmo
Sesaat setelah pelatikan pejabat baru biasanya akan menetapkan program kerja 100 hari pertama. Secara normatif tidak ada ketentuan yang mengatur apalagi mengharuskan bagi pejabat baru untuk menetapkan program kerja 100 hari. Program kerja 100 hari adalah sebuah tradisi yang diyakini bisa menunjukkan komitmen dan kosistensi terutama bagi pejabat politik untuk menepati janji-janjinya ketika berkampanye. Namun ada pendapat bahwa program kerja 100 hari tidak relevan lagi bagi Presiden, Gubernur dan Bupati ketika telah dirumuskan rencana strategis berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Negara (RPJMN) untuk pemerintah pusat dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk Pemerintah Provinsi dan Kabupaten. Pendapat ini juga mendasarkan pada pemikiran bahwa masa kerja pejabat politik biasanya 5 (lima) tahun atau kira-kira 1.825 hari sehingga tidak mungkin kinerjanya dapat dinilai hanya dari 100 hari kerja di awal menjabat. Lalu bagaimana untuk 1.725 hari berikutnya?
Memang benar, jika dilihat secara hitungan matematis maka 100 hari itu tidaklah sebanding dengan 1.825 hari. Karena memang tujuan dari program kerja 100 hari bukanlah untuk mengukur keberhasilan seorang pajabat. Namun tradisi menetapkan program kerja 100 hari adalah bentuk komitmen bagi pejabat baru untuk menuangkan gagasan yang telah dipikirkan sebelumnya. Seorang calon pejabat biasanya memiliki gairah yang lebih kuat terhadap gagasan baru yang dinilai lebih produktif dan efektif dibanding dengan gagasan pejabat yang akan digantikannya. Jadi program kerja 100 hari memiliki arti strategis sebagai instrumen yang bertujuan untuk personal branding sekaligus membuat rancang bangun kebijakan yang lebih fundamental.
Personal branding, seorang pemimpin perlu dikenal dan mendapatkan kepercayaan dari yang dipimpinnya. Sekalipun pemimpin baru tersebut adalah orang yang selama ini sudah dikenal luas. Saat sebelum menjabat masyarakat luas mungkin sudah mengenal, namun masyarakat mengenal seseorang tersebut baru saja sebagai pejabat. Perlunya menampilkan identitas, pengetahuan, kemampuan dan meyakinkan terwujudnya visi yang dimiliki serta membedakan dengan orang kebanyakan.
Rancang bangun kebijakan yang lebih fundamental, Franklin D Roosevelt Presiden Amerika Serikat dilantik pada tahun 1933. Ketika itu terjadi depresi ekonomi, tingkat pengangguran mencapai 25% atau sekitar 12 juta rakyat Amerika Serikat menganggur. Dalam program 100 hari Roosevelt bersama para senator mampu meloloskan belasan RUU yang berkaitan dengan lapangan kerja, pertanian dan reformasi keuangan. Kebijakan fundamental berupa Undang-Undang dilakukan 100 hari pertama, meskipun hasilnya baru mulai dapat dirasakan satu tahun setelahnya.
Program kerja 100 hari bukanlah kegiatan yang bersifat pragmatis yang hasilnya dirasakan dalam jangka waktu 100 hari. Program kerja 100 hari handaknya berupa kebijakan fundamental sebagai pendukung untuk mecapai tujuan visi dari seorang pemimpin. (mo)
What's Your Reaction?






